top of page

PETUALANGAN KE NEGERI SYAM YORDANIA

  • Writer: Rossie Zen
    Rossie Zen
  • Mar 6, 2017
  • 13 min read

THE LOST CITY - PETRA

"Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. " (QS Al A'raf 74)


Terngiang ngiang lantunan ayat suci tersebut di telinga saat memasuki lorong lorong sig yang indah, berjalan diantara lorong batu yang tinggi menuju The Treasury, peninggalan kemegahan suku Nabatean yang merupakan bagian dari kaum Tsamud yang pandai memahat istana istana megah di jamannya.


Sig merupakan awal dari jalur yang cukup panjang untuk ditempuh dengan berjalan kaki namun mengagumkan sebelum mencapai gerbang kota peninggalan suku kuno Arab Nabatean- The Lost City of Petra.


Petra sebagai salah satu dari keajaiban dunia merupakan tujuan utama saya dalam perjalanan berkeliling Yordania kali ini, Rose City yang merupakan situs arkeologi yang sangat penting untuk dikunjungi terbentang antara Teluk Aqaba dan Laut Mati dengan ketinggian 800 hingga 1.396 m di atas permukaan laut di lembah Pegunungan Edom menyimpan sejarah kejayaan peradaban manusia pada jamannya.



Mengunjungi Yordania pada bulan Desember bersamaan dengan libur sekolah anak saya sudah direncanakan lama dan cukup matang. Keinginan tersebut sudah lama terpendam, namun karena isu keamanan membuat saya menunda dan melakukan penelitian lebih lanjut dan sedetail-detailnya agar perjalanan edukasi bersama anak saya bisa berjalan dengan lancar dan aman. Udara musim dingin yang mengigit tidak menyurutkan semangat kami untuk menjelajahi kemegahan Petra. Demikian juga Dimas anak saya yang berusia 8 tahun terlihat begitu bersemangat dan tak sabar ingin mendaki bukit bukit di seputaran situs arkeologi paling penting di dunia ini. Jauh sebelum keberangkatan saya sudah membekali si kecil dengan sedikit sejarah mengenai Petra sehingga dia memiliki sedikit referensi dalam menikmati liburan edukasi nya.


Tepat jam 7 pagi kami keluar dari Hotel Movemvick yang persis berada di depan pintu gerbang utama untuk memasuki lokasi. Kami segera menuju loket untuk membeli tiket dan bertemu guide berbayar yang memang disediakan resmi oleh pihak pengelola. Di depan pelataran loket terdapat museum dan toko toko souvenir serta restoran. Tiket masuk sudah termasuk jasa menunggang kuda sekali jalan dari pintu masuk hingga titik awal sig, namun kami memilih untuk berjalan kaki agar lebih bisa menikmati dan mengamati lebih lama sepanjang jalan yang dilewati. Belum juga memasuki siq kami sudah bisa melihat sisa-sisa batu pahatan peninggalan suku Nabatean. Terdapat tiga batu besar sebagai lambang keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak perempuan di sebelah kanan jalan. Melihat batu2 dengan rongga rongga besar itu saya sudah begitu kagum dan meminta izin untuk melihat sejenak sehingga membuat guide saya tersenyum sembari berkata "nanti di dalam akan lebih banyak lagi batu-batu berongga dengan warna dan tekstur yang indah, jangan khawatir", dan dia menganjurkan saya sebaiknya sekarang bergegas ke dalam sig agar bisa sampai di lokasi bagian dalam siq dan treasury saat cahaya yang pas untuk pemotretan.


Memasuki lorong lorong batu yang tinggi menjulang ini udara terasa semakin dingin menggigit dan lembab, angin yang memasuki lorong cukup deras pagi ini, namun ketika sudah di dalam terasa lebih tenang, kami sengaja mengambil jadwal pagi agar belum banyak pengunjung sehingga bisa menikmati wisata ini. Di kiri kanan dalam lorong batu tampak jelas sisa sisa sistem saluran air yang dulu dibangun dengan sangat baik. Beberapa bagian lantai batu di lorong ini masih asli. Ketika sampai di pertengahan lorong sedikit menjadi luas dan batu tampak kemerahan memantulkan cahaya matahari dari sampling yang masuk ke dalam lorong....Wow!!! Saya berdecak kagum seraya berseru "Ini dia Rose City!" Truly Rose City, pantulan cahaya dari samping di pagi hari membuat batu batu memantulkan cahaya merah ke segala arah, indah mempesona berada di tengah tengah lorong batu yang tinggi menjulang berwarna merah segar pantulan lembut cahaya pagi. Sementara saya sibuk mengagumi indahnya bebatuan dalam siq, Dimas sibuk mengeluarkan suara suara dari mulutnya, rupanya dia senang dengan efek echo pantulan suara di bebatuan. Pagi ini kami sangat leluasa berjalan dalam sig dan menikmati pencahayaan yang memancarkan indahnya bebatuan dengan maksimal. Guide yang memandu kami sangat berpengalaman sehingga sangat mengerti di sudut mana tempat mengambil foto yang terbaik sehingga membuat saya penasaran dan bertanya "are you photographer?", dan dia pun tertawa "bukan, Tapi saya ingin suatu saat mengabadikan setiap sudut keindahan Petra ini." Penasaran lagi saya pun menanyakan bagaimana dia bisa tahu sudut sudut bidik yang indah disini, oh rupanya dia telah memandu selama 25 tahun disini dan beberapa kali memandu fotografer dari berbagai negara untuk mengabadikan Petra termasuk beberapa fotografer dari National Geographic sehingga lama kelamaan dia hafal dimana para fotografer tersebut mengambil sudut bidiknya. Make sense!



Setelah berjalan cukup lama kami pun mulai bertanya tanya dimanakah ujung lorong ini. Rasanya sudah cukup lama berjalan tapi belum juga ada tanda tanda gerbang The Treasury, semakin tak sabar rasanya ingin segera berdiri di depan megahnya gerbang Treasury. Hari pun mulai beranjak siang, mulai tampak beberapa pengendara kereta kuda lewat menuju pangkalannya di awal jalan masuk siq yang tadi kami lewati. Di sudut lain di dalam lorong siq kami bertemu seorang suku Boduin yang memainkan alat musik tiup, menyanyikan musik tradisional suku Boduin. Suaranya terdengar merdu dan menggema terpantul kesana kemari diantara dinding dinding batu sehingga enak sekali didengarkan. Sayapun memberikan koin JD 1 kepadanya dan meminta izin untuk memotret nya sebagai kenangan. Sepanjang lorong siq kami juga bertemu beberapa petugas kebersihan yang merupakan penduduk sekitar suku Boduin, pantas saja lorong siq ini selalu terjaga kebersihannya.

Setelah lama berjalan di sepanjang lorong siq akhirnya kami mulai melihat cahaya di depan, namun karena dinding lorong semakin menyempit kami belum bisa melihat apa gerangan di luar sana, hingga sudah mulai mendekati pintu keluar saya terbelalak kagum. Ya Tuhan inilah dia The Treasury!!!, karya indah suku Nabatean yang luar biasa! Gerbang batu yang terukir indah dan Megan menjulang pada bukit batu merah muda tertimpa cahaya pagi yang lembut. Tepat di depan The Treasury duduk santai beberapa ekor unta yang sedang menikmati udara pagi menunggu turis yang ingin berfoto bersama unta di depan The Treasury. Segera saya keluarkan kamera dan mengabadikan momen tersebut, mumpung belum banyak turis yang datang pikir saya. Ya, The Treasury dan Unta Betina merupakan bagian dari kisah kaum Tsamud pada jaman Nabi Shaleh pikir saya. Pemandangan ini merupakan frame sempurna untuk menggambarkan dan melengkapi kisah kaum Tsamud yang sudah saya baca sebelumnya. Saya dan si kecil Dimas menghabiskan waktu cukup lama disini, menikmati setiap sudut The Treasury, duduk di kursi panjang yang berada tepat di depan The Treasury sambil membayangkan bagaimana suku Nabatean yang merupakan cikal bakal kaum Tsamud , kaum Nabi Shaleh, hidup disini pada jamannya. Membayangkan para pedagang hilir mudik dari dan ke negeri Syam pada saat itu, melalui gerbang ini yang merupakan hub yang menghubungkan jalur perdagangan dimana pedagang dari seluruh dunia berkumpul.

Tadi nya saya fikir The Treasury adalah akhir dari perjalanan kunjungan kami di Petra ini, ternyata saya salah, The Treasury ini adalah gerbang awal. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menjelajahi bukit bukit batu, menaiki dan memasuki bukit batu raksasa yang memiliki rongga yang besar dengan warna dan tekstur yang dibentuk oleh alam dan campur tangan keahlian memahat suku Nabatean. Si kecil Dimas tak kalah bergairah menyaksikan rongga-rongga batu raksasa tersebut. Berbekal penjelasan dari pemandu wisata rupanya Dimas langsung membayangkan bahwa rongga-rongga batu tersebut seperti kamar apartemen suku Nabatean, rupanya imajinasinya ikut terstimulus untuk menjelajahi kilas balik kejayaan kota Petra ini.

Terdapat beberapa pahatan bangunan besar yang melambangkan bahwa bangunan tersebut merupakan rumah suku Nabatean yang kaya, serta terdapat bangunan pahatan batu kecil yang sederhana yang melambangkan bahwa bangunan tersebut merupakan rumah bagi rakyat biasa. Terdapat juga beberapa kuil besar yang dipahat di bukit batu dan ketika sore hari kuil ini akan tampak merah tertimpa cahaya matahari sore. Setelah berkeliling naik turun bukit hingga sampailah kami di bagian bukit yang tinggi dimana dari atas kami bisa menyaksikan bangunan theater suku Nabatean. Ya theatre, pada jamannya suku Nabatean telah memiliki theater!

Dari perbukitan batu yang berongga kami melanjutkan perjalanan menuju kuil diatas bukit yang lebih tinggi yang disebut The Monastery Ad-Deir . Menuju kaki bukit di jalan menuju monastery kami menjumpai sisa sisa pilar megah berdiri kokoh di sepanjang sisi kiri jalan. Untuk menuju monastery perlu usaha yang cukup lumayan, menaiki gunung batu yang tinggi sekitar hampir satu jam dari kaki gunung. Karena tenaga saya dan si kecil Dimas tidak memungkinkan untuk melakukan pendakian, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan jasa kuda dan keledai yang pangkalannya berada dibawah kaki gunung menuju Monastery Ad Deir. Dmas menunggang keledai dan saya menunggang kuda poni yang yang kecil. Ternyata medannya sangat sulit untuk saya dan Dimas, beruntung kami memutuskan untuk menunggang kuda dan keledai, selain sangat curam dan vertikal juga permukaan semua terdiri dari batu yang tentunya sangat berbahaya jika jatuh atau tergelincir. Diatas kuda dan keledai kami pun masih sangat merasa khawatir terjatuh, namun karena kesigapan pemandu dan hewan tunggangan yang sudah sangat terlatih akhirnya kami dapat mencapai Biara Ad Deir. Tepat di depan biara terdapat cafe untuk pengunjung, saya dan Dimas memutuskan untuk duduk di cafe tersebut menikmati teh morocco yang hangat dan coklat untuk menambah energy serta mengusir rasa dingin. Setelah cukup beristirahat kami melanjutkan berkeliling biara dan mendaki sampai ke puncak bukit untuk menikmati pemandangan 360 degree di bawah melihat dengan jelas bukit batu raksasa yang terbentang di hadapan kami. Setelah puas menikmati pemandangan di lokasi biara kami segera menuju jalan pulang menuruni gunung batu mencari pemandu serta keledai dan kuda tunggangan. Karena jalan menurun yang sangat curam sehingga sangat sulit untuk menjaga keseimbangan tubuh diatas hewan tunggangan akhirnya kami menyerah dan turun dari kuda, mulai berjalan pelan hingga ke kaki bukit.

Pada hari Senin, Rabu dan Kamis Petra dapat dikunjungi pada malam hari, pengunjung dapat menikmati musik tradisional Boduin serta suasana hening indah dengan lilin lilin di halaman The Treasury. Meski udara sangat dingin sayang rasanya jika dilewatkan begitu saja. Suasana Petra di malam hari tentunya memberikan nuansa berbeda yang sayang untuk dilewatkan. Tepat jam 8 malam pintu tiket dibuka dan pengunjung mulai berjalan menuju The Treasury dengan melintasi siq yang diterangi cahaya lilin di sepanjang jalan. Suasana malam dengan langit bersih bertabur bintang, diiringi merdunya musik tradisional Boduin di sela suara bisikan hembusan angin malam, serta sepenggal sejarah The Lost City of Petra terasa memberikan kenangan istimewa saat berkunjung di situs arkeologi yang merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia ini.


Tidak jauh dari Petra kami juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Petra Kecil (Little Petra) yang masih di wilayah Wadi Musa, dimana masih bisa ditemui pahatan bangunan di batu-batu yang besar. mirip seperti di Petra. Selain mengunjungi Petra Kecil kami juga berkeliling kota Wadi Musa, pergi ke tempat ketinggian untuk menyaksikan matahari terbenam. Pada saat akhir pekan Jumat-Sabtu banyak terlihat penduduk Wadi Musa pergi bertamasya bersama keluarga ke bukit-bukit batu tersebut, mereka berkumpul bersama sambil menikmati hidangan barbecue di alam terbuka.

WADI RUM


Menikmati Mars di Planet Bumi! Itu lah yang terbayang dalam perjalanan kami menuju Wadi Rum, sebuah gurun terluas dí Yordania dengan pasir dan bukit batu yang merah. Khusus di Wadi Rum kami menginap di dua tempat berbeda di luar Taman Nasional dan di dalam Taman Nasional.

Di luar Taman Nasional kami menginap di Sun City Camp dekat dengan lokasi The Bridge yang merupakan jembatan batu raksasa yang merupakan Spot fotografi yang saya inginkan sedangkan di dalam Taman Nasional saya memilih Wadi Rum Night Luxury Camp yang memberikan pengalaman unik untuk menginap di dalam tenda tembus pandang dimana pada malam hari kami dapat menikmati langit bertabur bintang, milky way serta bulan.

Meski di lokasi yang sama yaitu Wadi Rum pengalaman yang kami dapatkan sangat berbeda sehingga memberikan variasi yang menyenangkan bagi saya dan Dimas. Sun City Camp dan Wadi Rum Night Luxury Camp merupakan fasilitas sejenis glamping (glamour camping) dimana tamu mendapatkan pengalaman berkemah di gurun dengan fasilitas hotel, bahkan beberapa camp menyediakan fasilitas wifi yang sangat baik. Bayangkan sensasinya ketika bisa berselencar di dunia maya di daerah terisolir somewhere of nowhere di tengah gurun tandus berbatu dibawah langit bertabur bintang! Itu lah sensasi luar biasa yang saya dapatkan ketika berlibur di Wadi Rum. Di lokasi perkemahan ini juga disediakan berbagai aktivitas seperti tour offroad mengelilingi gurun, berkuda, naik unta dan lain lain. Bahkan pada malam tahun baru tamu-tamu di perkemahan kami mendapat hiburan spesial Yordanian Night, dimana para penampil yang semuanya pria dengan pakaian tradisional Yordania menyanyi dan menari khas Yordania bersama sama tamu sambil menantikan detik-detik pergantian tahun. Di perkemahan ini juga kami berkesempatan menikmati makanan khas Yordania yaitu lauk pauk seperti ayam, domba, ubi-ubi an yang dimasak di dalam tanah. Pengalaman unik untuk merasakan kuliner dan budaya negara Yordania di tengah tengah gurun.

Untuk menikmati belibur di tengah gurun seperti Wadi Rum tentunya perlu persiapan yang baik agar perjalanan menjadi menyenangkan , aman dan nyaman. Pada musim dingin udara di gurun sangat dingin dan berangin sehingga kita harus siap dengan pakaian hangat berlapis sehingga mudah untuk menyesuaikan jika terjadi perubahan cuaca. Di perkemahan kami tersedia selimut elektrik untuk dipakai saat tidur, meski menggunakan pemanas pada saat tidur kami tetap menggunakan selimut elektrik atau mantel khas Jordan sebagai penghangat.


Pada saat tour off-road keliling gurun kami banyak bertemu suku Budoin, biasanya mereka menawarkam jasa menaiki unta, ada juga yang membuka kedai di tengah gurun yang dilintasi para pelancong , biasanya pelancong akan singgah sejenak sambil menghangatkan diri di perapian dan nenikmati teh herbal khas Yordania.

Sesuai dengan rencana saya mengunjungi spot bukit batu untuk menikmati sunset dan sunrise, di beberapa spot saya bahkan menyempatkan diri untuk melakukan pemotretan startrail yang memakan waktu cukup lama yaitu hampir 2 jam. Karena saya menggunakan tour private sehingga bebas menentukan jadwal dan tujuan yang ingin dikunjungi. Khusus untuk pemotretan startrail saya pergi ke bukit batu yang berbentuk unik yang sebelumnya saya temukaan saat melakukan mini research sebelum keberangkatan. Bersama supir dan pemandu wisata kami pergi ke lokasi batu itu di tengah-tengah gurun. Meski pun sedikit bingung supir dan pemandu wisata kami tetap profesional dan setia menunggui saya mengoperasikan kamera. Awalnya mereka tampak bingung dan gelisah karena tidak mengerti mengapa kami hanya berdiam dalam gelap di tengah-tengah gurun, namun setelah saya berikan sedikit penjelasan tentang apa yang saya lakukan mereka akhirnya dapat mengerti. Bahkan ketika saya tunjukkan foto bintang-bintang di langit mereka berseru takjub dan bergantian meminta di foto bersama bintang. Sedikit lucu ketika mereka saya minta untuk diam mematung tidak bergerak dan menahan nafas saat difoto. "Oh, difoto dengan bintang ternyata melelahkan ya, saya hampir berhenti bernafas sungguhan", ujar Ahmad sang pemandu. Rupanya ini pertama kalinya mereka melihat foto bintang di kamera.

Di Wadi Rum ini pelancong juga bisa menikmati tour balon udara dan paradigling. Biasanya untuk tour ini pelancong harus melakukan reservasi beberapa hari sebelumnya.


Setelah menikmati Wadi Rum dari sisi luar Taman Nasional kami pindah ke lokasi di dalam Taman Nasional dan menginap di perkemahan beratap transparan. Saat memasuki lokasi Taman Nasional Wadi Rum bentang alam terhampar indah di sepanjang perjalanan, mobil kami hanya mengantar sampai tempat parkir rest area tidak jauh dari gerbang pintu masuk Taman Nasional. Selanjutnya kami di jemput mobil 4WD dari perkemahan, jalan yang kami lalui semua berpasir lembut khas gurun dengan pemandangan di kiri kanan jalan terdiri dari bukit bukit batu raksasa dengan langit biru bersih tanpa awan. Rasanya menyenangkan sekali berkendara di tengah tengah gurun indah dan luar seperti itu. Saya dan Dimas lebih memilih duduk di bak terbuka di belakang sehingga lebih leluasa menikmati pemandangan, bahkan Dimas selalu berdiri berteriak kegirangan saat mobil melakukan manuver di pasir yang cukup dalam. "Ma, aku suka ugal-ugal an di padang pasir" serunya sambil berpegang erat di tempat duduknya. Menikmati petualangan di gurun sungguh fantastis rasanya!

Belum selesai takjub kami akan suguhan pemandangan di jalan, saat tiba di lokasi perkemahan kami dibuat semakin ternganga dengan penampakan di hadapan kami. Tampak tenda tenda dengan atap transparan berjajar rapi di tengah tengah hamparan pasir dikelilingi bukit bukit batu yang tinggi. Tenda tenda berbentuk unik ini mengingatkan kami akan film film ruang angkasa, ditambah pasir serta bukit batu merah di sekiling nya membuat suasana bagaikan di planet Mars. Apalagi saat kami tiba di lokasi cahaya matahari sore sedang memancar kemerahan sehingga membuat pasir dan batu semakin tampak merah dan panas meski saat itu udara musim dingin sangat menggigit. Setelah meletakkan barang barang kami segera menaiki bukit bukit batu disekitar perkemahan untuk menikmati matahari terbenam dari atas bukit batu dengan bentang alam gurun pasir dan bebatuan. Saat malam tiba kami menghabiskan waktu di teras tenda, menikmati teh herbal dengan memandang langit bertabur bintang, tampak juga Milky Way tipis di langit dikarenakan saat itu bulan sabit memancarkan cahayanya. Bisa dikatakan saya sangat beruntung karena saat itu intensitas cahaya bulan sabit yang baru terbit cukup untuk menerangi bukit batu serta bentang alam disekitar namun bintang masih dapat tampak terlihat cahaya, kondisi ini memudahkan saya untuk mengabadikan indahnya bentang alam gurun Wadi Rum dibawah langit yang penuh bintang. Mumpung bulan baru terbit dimana cahaya belum terlalu terang membias bintang bintang di langit saya bergegas memasang kamera di depan tenda untuk melakukan pemotretan startrail lagi sambil bersantai di teras depan tenda. Sementara si kecil Dimas sibuk keluar masuk tenda berpura pura menjadi astronot yang sedang mendarat di planet mars. Sesekali dia tampak berbaring di atas tempat tidur menatap langit yang penuh bintang serta Milky Way yang dengan gagah membentang. Malam ini kami merasakan tidur beratapkan langit bertabur bintang dan bulan, meski udara di luar sangat dingin namun di dalam tenda kami tetap hangat karena mesin pemanas bekerja dengan sangat baik. What a wonderful experience!

DEAD SEA / LAUT MATI

Dari Wadi Rum kami melanjutkan perjalanan menuju Laut Mati, melalui jalan mendaki hingga diatas bukit kemudian menurun tajam menuju daerah pantai. Meski bentang alam yang kami lewati cukup ektrim yaitu terdiri dari bukit batu cadas membentang namun jalan raya di Yordania relatif sangat baik.

Tidak sedikitpun kami menemui jalan rusak dan berlubang, meski kecil jalan beraspal dengan halus dan baik kondisinya padahal jalanan tersebut berkelok kelok naik turun bukit batu cadas dengan ketinggian beragam. Di sepanjang perjalanan sejak dari bandara kami sering berhenti saat melewati pos pemeriksaan, pemerintah Yordania sangat berupaya keras untuk menjamin keselamatan para pelancong dinegeri tersebut, jadi para pelancong di Yordania jangan khawatir dan takut. Di wilayah seputaran Dead Sea mulai tampak ada beberapa perkebunan tanaman sayur dan buah. Sesampainya di hotel kami langsung turun ke pantai untuk melihat langsung dari dekat laut mati.

Laut mati sebenarnya merupakan sebuah danau yang terletak dipermukaan terendah di bumi, karena sangat luas sekitar 76km maka disebut laut mati. Kandungan garam di Laut Mati mencapai 33% kita-Kira hampir 8.6 kali lipat dari laut biasa. Karena kadar garam yang tinggi maka kita dapat mengapung dengan mudah2 di Laut Mati.

Selain kadar garam yang tinggi Laut Mati memiliki keistimewaan lainnya yaitu lumpur dari dalam laut mati yang dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit kulit serta untuk perawatan kecantikan. Karena saat kami tiba di Laut Mati sudah terlalu sore maka kami hanya ber jalan-jalan di pantai melihat bongkahan2 garam yang tampak dari pinggir laut.

Keesokan harinya kami segera bergegas kembali turun ke laut, meski udara masih terasa dingin. Namun karena kami ingin sekali merasakan Laut Mati maka udara dinginpun tak menyurutkan niat kami untuk merasakan mengapung dan bermasker lumpur laut mati. Produk kecantikan dan perawatan tubuh khas Laut Mati sangat baik sekali, sehingga jika berkunjung ke Laut Mati wajib untuk membelinya, tersedia dalam bentuk sabun dan masker lumpur hingga garam untuk mandi.


AMMAN

Kesan pertama begitu memasuki kota Amman (ibu kota Yordania) adalah kepadatan penduduknya. Melihat rumah-rumah penduduk yang tersusun berhimpitan sangat rapat berdiri tegak diatas tanah yang berbukit-bukit saya sungguh ternganga. Dalam benak saya timbul pertanyaan "bagaimana masyarakat disini menikmati hidup jika tinggal di tempat sedemikian rapatnya, serta gersang berbatu-batu."


Di kota Amman saya berkunjung ke Citadel , berkeliling untuk melihat Hercules Temple, Gereja Byzantium serta Roman Theater yang kesemuanya berada di puncak bukit di lokasi Citadel. Dari puncak Citadel terlihat jelas perbukitan yang merupakan tempat perumahan rakyat dengan kepadatan yang luar biasa. Selain berkunjung ke Citadel saya juga menyempatkan diri untuk berkunjung dan berjalan jalan di pasar (Souq) untuk melihat aktivitas Masyarakat Yordania di pasar. Lokasi pasar di kota tua Amman tidak jauh dari Citadel. Dipasar ini dijual berbagai bahan makanan segar , pakain , souvenir serta dapat ditemui banyak toko barang antik.


Setelah puas berkeliling Souk akhirnya kami memutuskan untuk singgah di restoran untuk menikmati makan malam dengan makanan khas Yordania yaitu mansaf yang merupakan nasi yang dimasak khas Yordania yang kemudian diberi lauk berupa domba muda atau ayam panggang. Makanan favorit di Yordania.

Kunjungan 12 hari di Yordania terasa sangat menyenangkan, selain adventure di alam kami juga menikmati makanan dan tarian khas Yordania. Karena saya ingin menikmati perjalanan dengan se nyaman mungkin maka saya memilih untuk tinggal beberapa hari di setiap kota, menikmati & mengikuti gaya hidup penduduk lokal serta mencicipi makanan lokal tanpa harus terburu buru untuk packing & re-packing. Untuk si kecil Dimas, ternyata dia sangat senang menikmati alam, museum museum serta menyaksikan keindahan langit yang terbentang di langit , perjalanan penuh petualangan dan edukasi untuk anak seumurannya.

Comentários


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

© 2015 by Rossie Zen / Proudly created with Wix.com

RSS Feed
  • Twitter Classic
  • Facebook Classic
bottom of page